Minggu, 21 November 2010

KESETIAKAWANAN SOSIAL

KESETIAKAWANAN SOSIAL


Kesetiakawanan Sosial atau rasa solidaritas sosial adalah merupakan potensi spritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa oleh karena itu Kesetiakawanan Sosial merupakan Nurani bangsa Indonesia yang tereplikasi dari sikap dan perilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan tanggung jawab dan partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga masyarakat dengan semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan. Oleh karena itu Kesetiakawanan Sosial merupakan Nilai Dasar Kesejahteraan Sosial, modal sosial (Social Capital) yang ada dalam masyarakat terus digali, dikembangkan dan didayagunakan dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk bernegara yaitu Masyarakat Sejahtera. "Kesetiakawanan sosial nasional adalah pilar utama untuk mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera. Dituntut kepedulian dan ketenggangrasaan yang merupakan watak dasar bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Sayangnya kata kesetiakawanan sosial jarang terdengar. Ini ironis. Dalam menghadapi tantangan kehidupan, dituntut kebersamaan, persaudaraan, dan kesetiakawanan," ujar Presiden Yudhoyono dalam sambutan peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta, Senin (20/12). Ciri-ciri penting dari kesetiakawanan sosial, yaitu kepedulian, solidaritas, rasa sepenanggungan, kasih sayang, kebersamaan, ketulusan. Bagi yang mampu, kesetiakawanan sosial menuntut uluran tangan kepada yang tidak mampu.
Sebagai nilai dasar kesejahteraan sosial, kesetiakawanan sosial harus terus direvitalisasi sesuai dengan kondisi aktual bangsa dan diimplementasikan dalam wujud nyata dalam kehidupan kita. Kesetiakawanan sosial merupakan nilai yang bermakna bagi setiap bangsa. Jiwa dan semangat kesetiakawanan sosial dalam kehidupan bangsa dan masyarakat Indonesia pada hakekatnya telah ada sejak jaman nenek moyang kita jauh sebelum negara ini berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka yang kemudian dikenal sebagai bangsa Indonesia. Jiwa dan semangat kesetiakawanan sosial tersebut dalam perjalanan kehidupan bangsa kita telah teruji dalam berbagai peristiwa sejarah, dengan puncak manifestasinya terwujud dalam tindak dan sikap berdasarkan rasa kebersamaan dari seluruh bangsa Indonesia pada saat menghadapi ancaman dari penjajah yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa.
Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan berkat semangat kesetiakawanan sosial yang tinggi. Oleh karena itu, semangat kesetiakawanan sosial harus senantiasa ditanamkan, ditingkatkan dan dikukuhkan melalui berbagai kegiatan termasuk peringatan HKSN setiap tahunnya. HKSN yang kita peringati merupakan ungkapan rasa syukur dan hormat atas keberhasilan seluruh lapisan masyarakat Indonesia dalam menghadapi berbagai ancaman bangsa lain yang ingin menjajah kembali bangsa kita. Peringatan HKSN yang kita laksanakan setiap tanggal 20 Desember juga merupakan upaya untuk mengenang kembali, menghayati dan meneladani semangat nilai persatuan dan kesatuan, nilai kegotong-royongan, nilai kebersamaan, dan nilai kekeluargaan seluruh rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan.
Saat ini kita tidak lagi melakukan perjuangan secara fisik untuk mengusir penjajah, namun yang kita hadapi sekarang adalah peperangan menghadapi berbagai permasalahan sosial yang menimpa bangsa Indonesia seperti kemiskinan, keterlantaran, kesenjangan sosial, konflik SARA di beberapa daerah, bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, tsunami, kekeringan, dll), serta ketidakadilan dan masalah-masalah lainnya.
Sesuai tuntutan saat ini, dengan memperhatikan potensi dan kemampuan bangsa kita, maka peringatan HKSN ini yang merupakan pengejewantahan dari realisasi konkrit semangat kesetiakawanan sosial masyarakat. Dengan prinsip dari, oleh danuntuk masyarakat dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai dukungan dan peran aktif dari seluruh komponen/elemen bangsa, bukan hanya tanggungjawab pemerintah saja melainkan tanggung jawab bersama secara kolektif seluruh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, makna nilai kesetiakawanan sosial sebagai sikap dan perilaku masyarakat dikaitkan dengan peringatan HKSN ditujukan pada upaya membantu dan memecahkan berbagai permasalahan sosial bangsa dengan cara mendayagunakan peran aktif masyarakat secara luas, terorganisir dan berkelanjutan. Dengan demikian kesetiakawanan sosial masih akan tumbuh dan melekat dalam diri bangsa Indonesia yang dilandasi oleh nilai-nilai kemerdekaan, nilai kepahlawanan dan nilai-nilai kesetiakawanan itu sendiri dalam wawasan kebangsaan mewujudkan kebersamaan : hidup sejahtera, mati masuk surga, bersama membangun bangsa.

1. Permasalahan kesetiakawanan sosial di Indonesia
Masalah kesetiakawanan sosial di Indonesia bisa dijelaskan dari dua level. Pertama dilihat dari tingkat struktural. Dilihat dari permasalahan kesetiakawanan di Indonesia tengah menghadapi cobaan besar. Contoh nyatanya sepuluh persen yaitu hampir 23,5 juta penduduk menguasai sembilan puluh persen dari perekonomian nasional. Sementara yang sembilanpuluh persen penduduk Indonesia hanya menguasai sekitar sepuluh persen sisanya. Sehingga terjadilah kesenjangan. Hal lain, ada juga sekolompok orang yang menguasai lahan segitu besar. Misalnya sebelum tahun 1998 ada seorang pengusaha hutan yang menguasai hingga 5,5 juta hektar. Sesuatu yang tak terjadi di belahan dunia manapun. Dan hingga sekarang masih ada seorang pengusaha yang menguasai sekitar satu juta hektar. Hal yang fantastis sekali. Sementara masih banyak rakyat yang kesulitan akses terhadap tanah. Belum lagi kita dapati pengusaha-pengusaha besar dengan modal besarnya membangun supermall-supermall raksasa yang menggusur pasar rakyat. Masih di tingkat struktural bisa kita dapati juga kesenjangan antar wilayah. Antara pusat dengan daerah, antar pulau, hal seperti itu yang kadang-kadang bisa menyebabkan aspirasi-aspirasi separatisme, juga kesenjangan, mungkin antar etnis atau antar golongan. Sebagaimana sudah diamanatkan oleh konstitusi kita bahwa bumi, air dan isi yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-sebarnya untuk kepentingan rakyat. Tapi di lapangan bisa kita dapati kekuatan korporat internasional yang menguasai sumber-sumber daya yang semestinya dikuasai oleh negara.
Kedua dilihat dari tingkat Institusional. Pada tingkat ini mungkin kesetiakawanan sosial menghadapi ujian dalam lemahnya kemampuan untuk melembagakan kesetiakawanan sosial dalam satu institusi. Tak ada yang bisa memperkuat basis solidaritas yaitu tentang aspek kesetaraan, kesejahteraan bersama. Akibatnya Terganggulah proses-proses jejaring sosial. Jaringan sosial kita, kapasitas civil society yang dulu jadi penyangga masyarakat banyak yang sudah mengalami politisasi yang intens. Ada institusi formal kelembagaan politik atau institusi non formal. Seperti jaring keagamaan dan sebagainya. Kelembagaan-kelembagaan politik ini belum sepenuhnya mampu mengakreditasikan kepentingan masyarakat seperti partai politik. Mestinya bangunan kesetiakawanan harus menemukan ruang institutionalisasinya dimana pendapat mereka bisa diartikulasikan, aspirasi mereka bisa disalurkan. Banyak parta-partai politik yang sekarang mengalami gejala alienasi. Atau masyarakat teralienasi dari peristiwa politik. Tingkat keterlibatan, kemampuan dan kapasitas masyarakat untuk turut terlibat mempengaruhi pengambilan keputusan yang mempengaruhi kesejahteraan hidup bersama itu juga mampat karena tidak mampunya partai politik sebagai alat untuk mengakreditasikan.

2. Hubungan kesetiakawanan dengan nasionalisme
Jadi ada hubungan dengan rasa memiliki Indonesia terutama dalam situasi plural. Masyarakat majemuk itu justru biasanya terdiri dari berbagai unsur yang sulit menyatu kedalam unit politik. Biasanya dalam satu masyarakat seperti ini tindak kolektif itu susah dibangun kecuali ada musuh bersama dari luar seperti yang terjadi pada waktu penjajahan Belanda kita bisa mobilisasi. Kedua tentang cita-cita tentang kesejahteraan bersama. Disini yang sangat krusial sekarang musuh sudah tidak ada. Sekarang cita-cita tentang kesejahteraan bersama juga terancam. Ada teritori tertentu dari masyarakat yang merasa dimarjinalkan dan merasa tidak punya manfaat apa-apa lagi dari keindonesiaan itu. Jadi solidaritas yang horizontal seperti yang dikatakan Ben Anderson itu mengalami keluluhan. Setelah kemerdekaan mestinya cita-cita kemerdekaan ini yang diwujudkan namun secara struktural ternyata tidak mendukung.
Apa yang disebut oleh Ernest sebagai kesamaan wilayah dan kesamaan sejarah. Ada kesamaan-kesamaan kultural, bahasa. Mungkin juga solidaritas-solidaritas keagamaan yang luas. Membangun solidaritas yang dibangun atas dasar persamaan sejarah. Ada juga persamaan agama, bahasa, hal Itu memberikan kekuatan emosional yang masih cukup bisa mengikat kita. Namun tanpa ada perbaikan pada level struktural setiap saat bisa koyak.

KESETIAKAWANAN SOSIAL SEBAGAI GERAKAN NASIONAL

Peringatan HKSN menjadi momentum yang sangat strategis sebagai upaya untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kesetiakawanan sosial sebagai suatu gerakan nasional sesuai dengan kondisi dan tantangan jaman, kesetiakawanan sosial yang menembus baik lintas golongan dan paradaban maupun lintas SARA harus terus menggelora terimplementasi sepanjang masa, dengan demikian akan berwujud ”There is No Day Whithout Solidarity” (tiada hari tanpa kesetiakawanan sosial), kesetiakawanan sosial tidak berhenti pada harinya HKSN yang diperingati setiap tanggal 20 Desember di Tingkat Pusat, Provinsi dan Kab/Kota serta oleh seluruh lapisan masyarakat berkelanjutan selamanya dan sepanjang masa.
Kesetiakawanan sosial sebagai pengejewantahan dari sikap, perilaku dan jati diri bangsa Indonesia akan dapat menjadi modal yang besar dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial yang dihadapi bangsa ini secara bertahap untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh tanah air, apabila nilai kemerdekaan, nilai kepahlawanan dan nilai kesetiakawanan itu melekat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Untuk menindaklanjuti Gerakan Nasional Kesetiakawanan Sosial, jejaring kerja, kolaborasi dengan seluruh komponen bangsa dalam hal ini masyarakat dan dunia usaha yang setara diartikannya.

5 AKSI BERSAMA MENUMBUHKAN SEMANGAT KESETIAKAWANAN SOSIAL

KASUS individu atau masalah komunitas masyarakat, bila masih menunjukkan ketimpangan atau ketidakadilan sosial dalam proses penyelesaiannya, telah menumbuhkan sikap dukungan kepedulian, sebagai wujud solidaritas bersama. Rasa kesetiakawanan sosial telah menjadi peluang harapan besar dalam mengatasi masalah bersama yang memerlukan sikap kritis dan kontrol secara berimbang. Berikut ini sekadar contoh bagaimana realita aksi bersama yang telah menumbuhkan semangat kesetiakawanan sosial.
1. Mengumpulkan Sumbangan Sosial
Ada yang berupa kotak amal, dompet peduli, rekening sosial, dan yang lainnya untuk mengumpulkan sumbangan dana, uang atau barang
2. Membentuk Posko Peduli Sosial
Pos komando (posko), pos terpadu, dan pos lainnya dibangun, seringkali bersamaan saat ada musibah pribadi atau bencana missal.

3. Mengadakan Bhakti Sosial
Kegiatan bhakti sosial kesehatan seperti ini sudah sering dilaksanakan oleh berbagai organisasi sosial masyarakat, saat hari perayaan tertentu, apalagi ketika ada bencana alam.

4. Menggalang Dukungan Sosial
Membubuhkan tanda tangan, mengumpulkan koin keadilan, memasang spanduk informasi, melakukan aksi demo damai, sebagai wujud kebersamaan.

5. Memanfaatkan Situs Jejaring Sosial
Dunia teknologi informasi sedang ngetrend dimaanfaatkan, melalui situs jejaring sosial pertemanan, FaceBook atau Twitter, untuk mendukung kebersamaan terhadap kasus khusus yang menimpa pejabat publik (kasus pimpinan KPK Bibit-Chandra), tokoh politik, artis selebritis (kasus Luna Maya) atau masyarakat awam biasa (kasus Prita Mulyasari).


sumber: koran kompas


TRESNANINGTYAS PUTRI UTAMI
10609933
2SA01
TUGAS SOFTSKILL (ILMU SOSIAL DASAR)

1 komentar: